Biografi : Riwayat Hidup Tan Malaka

Biografi : Riwayat Hidup Tan Malaka

Tan Malaka
Tan Malaka
Tan Malaka lahir di Pandan Gading, Sumatra Barat tahun 1897. Pendidikan yang ditempuh Sekolah Dasar di Suluki, Sekolah Guru di Bukit Tinggi dan Sekolah Guru Haarlem Belanda.

Ketika di Sekolah Guru Haarlem Belanda, ia menonjol dalam ilmu pasti sehingga gurunya memberi pujian. Selanjutnya Tan Malaka memberi perhatian pada soal-soal kemiliteran.

Bersama dengan pecahnya Revolusi Rusia (1917), Tan Malaka semakin berminat terhadap buah pikiran Marx dan Engels, sehingga sering mengikuti berbagai pembicaraan politik kaum kiri di Amsterdam. Wow, tidak aneh kalau di tanah air di kemudian hari menjadi tokoh kiri!

Tan Malaka juga ikut dalam diskusi terbuka antara Sneevliet dan Suwardi tentang "Kecenderungan Nasionalis dan Sosialis dalam pergerakan Nasional Hindia" di Amsterdam-1919.

Setelah kembali ke Indonesia (1919) Tan Malaka tetap mengadakan hubungan surat menyurat dengan rekan-rekannya di Belanda. Sejak itulah ia mulai menulis banyak artikel di surat kabar berbahasa Belanda kaum Bolshevik Het Vrije Wood (kata yang bebas) yang terbit di Semarang.

Tan Malaka juga menulis brosur berjudul "Sovyet atau Parlemen". Pandangan tentang kedua bentuk pemerintahan tersebut dimuat di majalah Soeara Rakjat. Ketika ISDV (Perserikatan Demokrasi Sosial Hindia) ingin mengganti nama (1920), Tan Malaka menugaskan nama "Partai Nasional Revolusioner Indonesia" tetap ditolak oleh Semaun yang tetap menginginkan nama "Persatuan Komunis".

Ketika Tan Malaka menjadi ketua PKI setelah kepergian Semaun ke Rusia (1921), ia mengembangkan cabang PKI di daerah dan mengecam pemerintah kolonial-kolonial yang menindas para buruh.

Tahun 1922 Tan Malaka ditangkap Pemerintah Kolonial Belanda karena terlibat aksi pemogokan buruh perkebunan. Kemudian ia minta untuk mengasingkan diri ke Belanda, tidak lama setelah itu ke Moskwa.

Tahun 1925 ketik berada di China, Tan Malaka menulis buku kecil berjudul Naar de "Republic Indonesia" yang dicetak di Kanton. Melalui bukunya itu, Tan malaka mengajak kaum cendekiawan Indonesia untuk berjuang meraih kemerdekaan Indonesia dan peka terhadap hati nurani rakyat.

Tan Malaka juga melontarkan pemikirannya mengenai program politik, ekonomi dan sosial, bahkan kemiliteran yang diperlukan dalam perjuangan kemerdekaan bangsa.

Antara tahun 1942-1943, Tan Malaka menulis buku "Madilog" (Materialisme, Dialektika, Logika) yang menyuguhkan cara berpikir baru untuk memerangi cara berpikir lama (dipengaruhi tahayul atau mistik yang menyebabkan orang menyerah secara total kepada alam).

Pemikiran dialektiknya terlihat dari sikapnya yang mempertentangan golongan tua (Soekarno-Hatta) dengan golongan muda (pemuda pejuang). Ia sinis terhadap golongan tua yang mau bekerja dengan penjajah sekaligus menaruh harapan kepada golongan muda sebagai ujung tombak perjuangan.

Tahun 1946, Tan Malaka ditangkap dengan tuduhan menggerakkan rakyat menentang persetujuan Linggarjati antara Belanda dan Indonesia. Tidak lama kemudian ia juga dituduh terlibat dalam peristiwa 3 Juli 1946 yakni peristiwa kudeta terhadap Pemerintahan, namun pengadian menyatakan Tan Malaka tidak terlibat atau tidak bersalah dan oleh karena itu kemudian ia dibebaskan.

Pada saat Tan Malaka mendirikan Partai Murba, saat itu pula ia ikut bergerilya dan pada Februari 1949 ia tewas ditembak tentara RI dan hingga saat ini tak pernah ditemukan jenazahnya.

Tahun 1963, Tan Malaka dianugerahi sebagai Pahlawan Nasional.

Memang orang bisa mempunyai pandangan atau cara yang berbeda dalam menyikapi sesuatu. Ya, hidup memang penuh resiko! Resiko sebuah sikap dalam kondisi tertentu, kerap membuat nyawa menjadi taruhannya !!





Comments

Popular posts from this blog

Profil Vitalia Sesha Model Di Kasus Suap Daging Impor - Tercanggih

Profile dan biodata Angkasa Band

Talent Pilihan SlideGossip : Andrean Saputra