Sebuah Biografi Ichwan Yunus Meniti Karir di Lingkaran Birokrasi ...

http://ift.tt/1pbCuMc


Foto Sambungan XVIII Ok Sebuah Biografi Ichwan Yunus Meniti Karir di Lingkaran Birokrasi (1969 1990) (Bagian V)


Diperbantukan di PLN

Karir Ichwan sebagai pejabat struktural dalam pemerintahan dalam hal ini Departemen Keuangan tidak terlalu baik. Ia hanya sempat menduduki jabatan eselon saja, itu pun tidak bertahan lama karena oleh Departemen Keuangan Ichwan di perbantukan ke PLN sebagai Direktur Muda Akuntansi. Dari sisi prestise jabatan Direktur Muda Akuntansi jauh lebih bergengsi dibandingkan dengan jabatan lamanya sebagai Kepala sub Direktorat Pemeriksaan Kas Negara. Namun karena PLN adalah perusahaan negara, maka jabatan apa pun di sana adalah bukan merupakan eselon (non eselon). Tugas utama dalam jabatan tersebut adalah membantu PLN dalam rangka memenuhi coopenanse (syarat) dari Bank Dunia, bahwa laporan keuangan PLN itu harus dapat diperiksa.


Banyak gebrakan-gebrakan yang dilakukan Ichwan selama menjadi Direktur Muda Akuntansi di PLN yang cukup monumental dan berdampak positif bagi kinerja keuangan PLN saat itu, antara lain adalah ketika Ichwan menemukan adanya kesenjangan antara keuangan PLN Pusat dan Daerah, dimana kas PLN Pusat sangat minim karena sebagian besar uang PLN tersimpan di kas wilayah PLN. Persoalannya adalah karena kewenangan pembayaran BBM kepada pihak Pertamina adalah di wilayah masing-masing dimana terdapat PLTD di sana. Akibatnya uang PLN sebagian besar mengendap di wilayah, sedangkan kas PLN Pusat kosong, atau dengan kata lain Direktur Keungan PLN Pusat nyaris tidak pegang uang sama sekali.


Sistem pembayaran seperti ini juga berdampak pada kesulitan kontrol keuangan PLN. Atas persoalan ini Ichwan berpendapat dan memberi saran kepada Direktur Keuangan PLN pusat supaya pembayaran BBM tersentralisasi. Dengan demikian kewenangan membayar BBM kepada Pertamina ada pada PLN pusat, dan kontrol keuangan PLN pun akan relatif lebih mudah dibanding dengan sistem pembayaran sekarang. Hal yang harus dilakukan adalah menarik uang yang ada di PLN wilayah ke Kas PLN Pusat. Pemikiran dan saran cemerlang eksekutif muda ini membuat sang Direktur lega. Pasalnya keadaan keuangan PLN yang demikian itu bukannya tidak disadari, tetapi tidak tahu bagaimana jalan keluarnya. Sedangkan tanggung jawab langsung masalah keuangan PLN secara keseluruhan berada di pundaknya.


Maka tidak mengherankan jika usul Ichwan langsung mendapatkan responpositif dari Direktur. Direktur langsung mempersilahkan Ichwan untuk mengambil langkah-langkah untuk terwujudnya pembayaran BBM terpusat. Dengan catatan tidak boleh mengganggu apalagi sampai menghambat pengiriman BBM dari Pertamina ke wilayah-wilayah PLN dimana terdapat PLTD di sana. Tidak terlalu berpikir panjang langsung menugaskan Ichwan untuk meloby pihak Pertamina.

Pantang bagi Ichwan untuk menunda-nunda waktu dan kesempatan, setelah mendapat tugas dari Direktur Keuangan PLN, segera ia bersama dengan Kasubdit Akuntansi dan Kasubdit Anggaran PLN pergi ke Kantor Pertamina untuk rnengadakan loby-loby kepada pihak Pertamina. Di Pertamina Ichwan diterima oleh Direktur Perbekalan Dalam Negeri yang saat itu dijabat oleh jenderal Adi Soemarta.


Kesan pertama ketika bertemu dengan Jenderal Adi Soemarta, mengingatkan kembali kisah puluhan tahun yang lalu saat pertama kali bertemu dengan sekretaris penyelenggara Kursus Pembantu Akuntan di Bandung. Ichwan merasa dilecehkan, lalu secara spontan mendapat reaksi keras dari Ichwan dengan tantangan yang sama sekali tidak diduga oleh lawan bicaranya. Akan tetapi karena ekspresinya yang khas, serius tapi kocak, akhirnya suasana yang tegang tersebut segera mencair, komunikatif, akrab dan penuh canda.


Mula-mula pertemuan dengan Jenderal Adisoemarta Direktur Perbekalan Dalam Negeri Pertamina itu terkesan sangat formal dan kaku. Bisa dimaklumi karena jabatannya sebagai salah satu Direktur Perusahaan Negara paling bergengsi saat itu. Tentu saja Jenderal Adisoemarta ingin memberi kesan kebesaran dan kewibawaannya.


Begitu duduk berhadapan dengan direktur tersebut langsung saja Ichwan dicecar dengan pertanyaan-pertanyaan, mulai dari saudara siapa, dari mana dan apa pangkat dan jabatan saudara, dan seterusnya seperti layaknya interogasi. Kalau saja bukan “si kancil” Ichwan Yunus, yang diperlakukan seperti itu, pastilah suasananya semakin mencekam, apalagi setelah mendapatkan jawaban siapa sebenarnya Ichwan dan dua rekannya itu, sang Jenderal berkomentar:


“… kurang ajar juga Direktur PLN itu, masa Direktur Muda ditugaskan menghadap saya….”.

Tapi apa yang terjadi, seorang Ichwan jika sudah tersudut seperti ini selalu saja refleknya yang khas bekerja. Tanpa diduga oleh Jenderal, Ichwan dengan enteng menjawab: “Barangkali Direktur PLN menganggap Direktur Muda seperti saya ini memiliki kapasitas dan kwalitas yang tidak kalah dan bahkan melebihi Direktur Pertamina.’’


Untuk level seorang Jenderal sekaligus Direktur Pertamina, ungkapan tersebut termasuk sangat kasar bahkan mungkin “kurang ajar”. Tetapi karena diucapkan dengan nada rendah dan dengan ekspresi dan gaya kocaknya yang khas, maka suasana tegang tersebut justru berbalik menjadi cair, komunikatif dan penuh kelakar.


Dalam pertemuan yang penuh akrab tersebut Ichwan berhasil meyakinkan pihak Pertamina, mengapa PLN menginginkan pembayaran BBM terpusat. Akhirnya saat itu juga diperoleh persetujuan pihak Pertamina. Dengan syarat PLN harus deposit sebesar Rp 25.000.000.000 (dua puluh lima milyar rupiah). Tanpa pikir panjang Ichwan Yunus langsung menyatakan deal dengan syarat tersebut. Keputusan tersebut tergolong berani kalaupun tidak dikatakan nekad. Sebab, di samping uang sebesar 25 milyar saat itu (tahun 1984) adalah jumlah yang sangat besar, juga sebenarnya Ichwan sendiri menyadari jika menyatakan persetujuan kesanggupan tersebut bukanlah kapasitas dia selaku Direktur Muda Akutansi.


Lalu apa yang menjadi dasar Ichwan berani mengarnbil keputusan tersebut? Pertama, soal deposit 25 Milyar, jika hanya dilihat dari sisi jumlah, maka sudah pasti akan timbul pertanyaan darimana mendatangkan uang sebanyak itu dalam waktu yang singkat.

Namun Ichwan yang tidak melihat hanya dari segi besarnya jumlah uang, tapi lebih pada sisi kebutuhan. Dimana sentralisasi keuangan PLN ketika itu adalah kebutuhan PLN sendiri. Bukan berdasarkan keinginan orang tertentu, termasuk Ichwan sendiri. Jika sesuatu sudah menjadi kebutuhan maka pasti akan lebih mudah didapatkan, bagaimanapun caranya.


Alasan kedua, adalah keyakinan yang kuat dari Ichwan bahwa atasannya akan menyetujui persyaratan yang diberikan oleh Pertamina. Berdasarkan keyakinan tersebut, maka sebagai alasan ketiga, adalah efisien waktu. Jika Ichwan tidak mengambil keputusan saat itu, maka perlu waktu yang panjang untuk merealisasikan sentralisasi pembayaran BBM PLN terpnsat.

Mereka akan melaporkan dulu hasil pertemuan tersebut kepada Direktur Keuangan PLN, lalu (kemungkinan besar) akan rapat untuk mengambil keputusan, selanjutnya melapor kembali ke Pertamina, dan seterusnya, baru kemudian proses nota kesepakatan. Jelas memerlukan waktu yang panjang dan menguras tenaga dan pikiran.


Benar saja, dengan keputusan cepat Ichwan berani tersebut, maka dalam tempo yang relatif singkat pembayaran BBM PLN terpusat dapat terrealisasi. Dimulai dari deposit 25 milyar kepada Pertamina, pada waktu yang sama pula penarikan uang dari wilayah-wilayah PLN ke rekening PLN pusat untuk pembayaran BBM ke Pertamina mulai dilakukan. Dalam tempo kurang dari satu minggu, saldo pada rekening PLN pusat mencapai 400 miliyar, dari yang tadinya nihil.


Banyak pihak, termasuk Direktur Keuangan PLN sendiri merasa puas dengan gagasan dan hasil kerja Ichwan. Ia menganggapnya sebagai prestasi yang cukup gemilang untuk seorang Direktur Muda yang baru saja menjabat dan usianya juga relatif masih muda.

Bagi Ichwan sendiri, sudah menjadi karakternya yang seolah dingin bila memperoleh keberhasilan atau prestasi. Dalam perjalanan studi yang penuh prestasi dan karirnya sebagai akuntan yang relatif mulus tersebut. Selalu saja direspon dengan hanya tersenyum kecil, tidak ada ekspresi berlebihan, bangga apa lagi pongah. Prinsip yang istiqomah dipelihara oleh Ichwan dalam menjalankan tugasnya adalah bekerja sungguh-sungguh, ikhlas dengan target yang ketat.


Disamping banyak pihak yang merasa puas dan memberi pujian terhadap prestasi Ichwan. Namun banyak pula yang merasa kecewa dan “dirugikan” atas kebijakan pembayaran BBM terpusat ini.

Kecaman paling keras berasal dari sébagian besar Kepala Wilayah PLN seluruh Indonesia, yang kemudian melakukan protes keras kepada Direktur Utama PLN. Komplain dari sebagian besar Kepala Wilayah PLN tersebut bisa dimengerti. Selama ini mereka mempunyai kewenangan mengelola keuangan PLN puluhan bahkan ratusan miliyar, maka tiba-tiba kewenangan itu diambil alih oleh pusat.


Atas protes tersebut, Direktur Utarna PLN juga seolah sudah terpengaruh dan ikut mengecam Ichwan, dengan menyebutnya sebagai trouble mister. Ichwan dapat mengerti mengapa Direktur Utama juga ikut-ikutan tidak menyenanginya, yang sebenarnya dia tidak sungguh-sungguh mengecam Ichwan. Jika Dirut sungguh-sungguh mengecamnya dan tindakan Ichwan tersebut dianggapnya sudah melanggar ketentuan, maka sangat gampang baginya untuk memecat Ichwan. Namun hal itu tidak dilakukan Dirut, karena sesungguhnya dia setuju dengan manuver yang dilakukan” Ichwan bersama dengan Ditertur Keuangan PLN.


Tetapi sebagai dirut tentu saja tidak mau kehilangan wibawa dimata para Kepala Wilayah hanya gara-gara manuver seorang Ichwan. Ia ingin menunjukkan kepada Kepala-kepala Wilayah, bahwa kebijakan itu bukan idenya. Ichwan sama sekali tidak tersinggung, gusar atau khawatir dengan kemarahan Direktur Utama ini. Ia yakin betul bahwa kemarahan Dirut tersebut bukannya karena tidak setuju dengan kebijakan pembayaran BBM terpusat, tapi karena kewalahan dengan klaim sebagian besar Kepala Wilayah PLN yang merasa dirugikan.


Andai Direktur Utama tidak menyetujui, tidaklah berat baginya untuk membatalkan kebijakannya tersebut, cukup dia panggil Direktur Keuangan dan mungkin Ichwan sendiri sebagai pelaksana. Lalu memerintahkan untuk membatalkan kebijakan tersebut. Namun hal tersebut tidak dilakukan Direktur Utama, itu artinya dia bukannya tidak setuju, tetapi mungkin hanya untuk mengeliminir kemarahan Kepala-kepala Wilayah agar situasinya tidak semakin memanas.


Ichwan dan kawan-kawannya dengan dukungan penuh Direktur Keuangan menjelaskan kepada Kepala-kepala Wilayah, kebijakan tersebut ditempuh hanya semata-mata untuk kepentingan perusahaan. Khususnya penyehatan manajemen keuangan perusahaan supaya dapat diaudit, sama sekali jauh dari kepentingan individu atau pun kelompok tertentu. Lagi pula sistem pembayaran terpusat ini dijamin tidak akan mengganggu atau menghambat kebutuhan-kebutuhan pendanaan Wilayah PLN. Tidak lama setelah itu, sistem pembayaran BBM terpusat berjalan efektif dan secara berangsur semua pihak terutama kepala-kepala Wilayah PLN dapat memahami kebijakan tersebut.


Pelajaran yang bisa dipetik oleh Ichwan atas reaksi keras para Kepala Wilayah PLN tadi, terlihat jelas bahwa mereka belum memahami betul tentang apa dan sejauh mana pentingnya peranan manajernen keuangan perusahaan. Perusahaan dapat dikategorikan sebagai perusahaan yang sehat menurut manajemen keuangan modern.


Untuk itu, masih dalam rangka penyehatan manajernen keuangan PLN, maka langkah selanjutnya yang dilakukan Ichwan adalah mentrain semua pemimpin Wilayah PLN tentang laporan keuangan selama lebih kurang satu minggu. Output dari pelatihan ini adalah semua pimpinan Wilayah PLN mengerti dan memahami apa itu laporan keuangan dan menyadari peran pentingnya laporan keuangan.


Terobosan Ichwan dengan mentrain para Kepala Wilayah PLN seluruh Indonesia ini ternyata sangat efektif untuk kelancaran program penyehatan keuangan PLN selanjutnya.

Terbukti setelah itu setiap melakukan pemeriksaan laporan keuangan ke wilayah-wilayah PLN, Ichwan beserta timnya mendapatkan pelayanan dan dukungan yang baik dari pimpinan dan jajarannya. Tugas-tugas pemeriksaan Ichwan dapat berjalan lancar. Dalam tempo lebih kurang enam bulan Ichwan beserta timnya dapat menyelesaikan tugas pokoknya, sesuai dengan target dan waktu yang direncanakan, sehingga covernance dalam Loan Agreement itu sudah bisa dihilangkan,oleh karena laporan keuangan PLN dapat diaudit oleh Akuntan Negara.(gie/adv) (Bersambung)


Disadur dari Buku

Penulis : Khairuddin Wahid

Judul : Pengabdian Sang Putra Pandai Besi (Sebuah Biografi Ichwan Yunus)

Penerbit: LPM Exsis

Cetakan : 1, Januari 2010








Source http://ift.tt/1pbCs6U

Comments

Popular posts from this blog

Profile dan biodata Angkasa Band

Profil Vitalia Sesha Model Di Kasus Suap Daging Impor - Tercanggih

Talent Pilihan SlideGossip : Andrean Saputra