Biografi Mbah Moedjair - Penemu Ikan Mujair | Kumpulan Biografi ...
Biografi Mbah Moedjair - Tahukan para pembaca, bahwa ternyata nama ikan mujair berasal dari nama penemunya. Ikan Mujair adalah sejenis ikan air tawar yang biasa dikonsumsi. Penyebaran alami ikan ini adalah perairan Afrika dan di Indonesia pertama kali ditemukan oleh pria kelahiran Blitar di muara Sungai Serang pantai selatan Blitar, Jawa Timur pada tahun 1939. Meski masih menjadi misteri, bagaimana ikan itu bisa sampai ke muara terpencil di selatan Blitar, tak urung ikan tersebut dinamai ‘mujair’ untuk mengenang sang penemu. Nama ilmiahnya adalah Oreochromis mossambicus, dan dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Mozambique tilapia, atau kadang-kadang secara tidak tepat disebut "Java tilapia". Berikut sekilas biografi Mbah Moedjair.
Nama aslinya Iwan Dalauk lebih dikenal dengan nama Mbah Moedjair, lahir tahun 1890 di desa Kuninngan 3 km arah timur pusat kota Blitar, ia merupakan penemu dari spesies ikan yang diberi nama Ikan Mujair. Anak ke 4 dari 9 bersaudara, dari pasangan Bapak Bayan Isman dan Ibu Rubiyah. Menikah dengan anak modin desa kuningan bernama Partimah. Dari pernikhan itu beliau dikaruniai 7 anak. Hampir semua anak beliau saat ini sudah meninggal. Kecuali Ismoenir yang bertempat tinggal di Kanigoro Blitar dan Djaenuri yang tinggal di Kencong Jember. Semasa hidup Pak Moedjair berjualan sate kambing. Warung sate kambingnya cukup terkenal di jaman itu, di daerah Kuningan Kanigoro. Pelanggannya dari berbagai ras. Akibat dari warungnya yang terkenal tentu saja pemasukan keuangan Pak Moedjair semakin bertumpuk.
Hal tersebut memunculkan sifat negatif dari Moedjair muda saat itu, yaitu mulai gemar berjudi. Hebatnya dia tidak mau berjudi dengan bangsanya, tapi hanya dengan orang Tionghoa. Sisi baiknya, Pak Moedjair mendidik anak–anaknya untuk tidak bermain judi. Judi membuat usaha warung satenya jadi porak porandah. Demikian yang disampaikan oleh Pak Slamet cucunya, anak dari Bapak Wahana, salah satu putra Pak Moedjair.
Di masa keterpurukannya, Pak Moedjair melakukan tirakat, setiap tanggal 1 Suro (penanggalan Jawa), beliau mandi dipantai Serang, Blitar selatan. Pada suatu saat, ketika melakukan ritual mandi, beliau menemukan ikan yang jumlahnya amat banyak, yang mempunyai keunikan, yaitu menyimpan anak dalam mulutnya, saat ada bahaya, dan dikeluarkan lagi saat bahaya telah lewat atau keadaan aman.
Karena keunikan ikan ini, Pak Moedjair berniat mengembangkannya di rumah, di daerah Papungan – Kanigoro, Blitar. Pak Moedjair menjaring ikan tersebut dengan udengnya (ikat kepala). Dengan ditemani kedua temannya, Abdullah Iskak dan Umar, beliau membawa pulang ikan tersebut kerumahya. Tapi karena habitat yang berbeda, ikan tersebut mati pada saat dimasukan ke air tawar. Hal tersebut membuat Pak Moedjair penasaran dan gigih melakukan percobaan, agar spesies ikan ini bisa hidup di air tawar.
Dengan bolak–balik Papungan – Serang yang berjarak 35 km, berjalan kaki dengan melewati hutan belantara, naik turun bukit, betul-betul akses jalan yang susah, dan memakan waktu 2 hari 2 malam. Di Pantai Serang beliau mengambil ikan tersebut dan dimasukan kedalam gentong tanah liat. Beliau mencampurkan air laut dan air tawar dalam gentong. Percobaan percampuran air laut dan air tawar di lakukan secara terus menerus, dengan memperkecil jumlah air laut dan memperbesar jumlah air tawar. Sampai satu saat kedua jenis air ini bisa menyatu. Menurut Pak Ismoenir (anak Pak Moedjair), perjalanan bolak–balik Papungan – Serang, pada percobaan ke 11, berhasil hidup 4 ekor ikan spesies baru tersebut pada habitat air tawar. Keberhasilan tersebut terjadi di tanggal 25 Maret 1936.
Keberhasilan percobaan tersebut melegakan Pak Moedjair. 4 Ikan itu dia tangkarkan di kolam sumber air Tenggong, Desa Papungan. Awalnya hanya satu kolam dan berkembang menjadi 3 kolam. Disekitar kolam Tenggong, Pak Moedjair membangun pondok yang juga sebagai tempat tinggal untuk keluarganya. Perkembang biakan ikan spesies baru itu luar biasa cepat, maka jumlah ikan semakin banyak. Oleh Pak Moedjair, ikan spesies baru itu diberikan secara cuma-cuma ke masyarakat sekitar Papungan. Dan dijual di sekitar Blitar dan di luar Blitar.
Penemuan ikan spesies baru ini sampai ke telinga Asisten Resident yang berada di Kediri. Asisten Residen ini juga seorang ilmuwan, ia tergoda untuk meneliti spesies hasil temuan Pak Moedjair, berdsarkan literatur dan data-data yang ada. Dia juga melakukan riset serta wawancara dengan Pak Moedjair, tentang segalanya asal muasal ikan ini. Asisten Residen ini kagum dan takjub akan usaha dan kegigihan dari usaha percobaan Pak Moedjair. Karena itu, Asisten Residen ini memberikan penghargaan kepada Pak Moedjair, pemberian nama ikan spesies baru tersebut dengan nama Pak Moedjair. Sejak saat itu, ikan spesies baru tersebut dinamakan ikan MOEDJAIR (Mujair).
Ciri-ciri ikan ini berukuran sedang, panjang total maksimum yang dapat dicapai ikan mujair adalah sekitar 40 cm. Bentuk badannya pipih dengan warna hitam, keabu-abuan, kecoklatan atau kuning. Sirip punggungnya (dorsal) memiliki 15-17 duri (tajam) dan 10-13 jari-jari (duri berujung lunak); dan sirip dubur (anal) dengan 3 duri dan 9-12 jari-jari.
Ikan Moedjair semakin dikenal, dan masyarakat semakin banyak yang mengembang biakannya. Nama Pak Moedjairpun semakin terkenal. Dengan bantuan anak sulung beliau, Wahana, ikan Moedjair dipasarkan ke hampir daratan seluruh Jawa Timur. Oleh pemerintah setempat, beliau diangkat sebagai Jogoboyo Desa Papungan dan mendapatkan gaji bulanan dari pemerintah daerah. Pemerintah Indonesia mengangkat beliau sebagai Menteri Perikanan. Selain itu, Pak Moedjair juga mendapatkan penghargaan EKSEKUTIF COMMITTE dari INDONESIA FISHERIES COUNCIL, atas jasanya menemukan ikan moedjair. Penghargaan tersebut diberikan di Bogor tanggal 30 Juni 1954. Sebelumnya, pada tanggal 17 Agustus 1951, KEMENTERIAN PERTANIAN atas nama Pemerintah Indonesia, memberikan penghargaan pada Pak Moedjair, waktu itu dijabat oleh Ir. Soewarto.
Selain membuat kolam ikan di Tenggong, beliau juga membuat kolam ikan di Papungan dan di Kedung ( sumber air ) desa Papungan. Di Kedung, Pak Moedjair menghabiskan hari-hari tuanya selama kurang lebih 10 tahun. Disini dia banyak dikunjungi dari masyarakat Blitar maupun luar kota Blitar, untuk menimba ilmu dan memancing ikan moedjair. Saat kesehatannya mulia menurun, beliau memutuskan tinggal di dukuh Krajan, desa Papungan, dekat perbatasan dengan desa Sekardangan. Disini beliau membuat 3 kolam ikan, sampai saat ini kolam tersebut masih ada keberadaannya.
Tanggal 01 September 1957 beliau wafat, karena penyakit asma. Dimakamkan di pemakaman umum desa Papungan. Pada tahun 1960, atas inisiatif Departemen Perikanan Indonesia, makam beliau dipindah ke area kusus di selatan desa Papungan, yang juga berfungsi sebagai makam keluarga. Pada batu nisan beliau tertulis “ MOEDJAIR PENEMU IKAN MOEDJAIR “, lengkap dengan relief ikan moedjair, sebagai penghargaan atas jasanya. Akses jalan ke makam juga diberi nama Moedjair.
Pada 6 April 1965 Pemerintah melalui Departemen Perikanan Darat dan Laut menganugerahkan Pak Moedjair sebagai Nelayan Pelopor. Piagamnya ditandatangani oleh menteri perikanan, Hamzah Atmohandojo.
Referensi :
http://kolom-biografi.blogspot.com/2012/03/biografi-mujair-penemu-ikan-mujair.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Mujair
Source http://www.kolombiografi.com/2013/11/biografi-mbah-moedjair-penemu-ikan.html
Comments
Post a Comment