Biografi Abu Qilabah | Meniti Jalan yang Lurus - WordPress.com

http://ift.tt/eA8V8J


Semoga biografi (tarjamah) Abu Qilabah berikut bisa menambah faidah pada kisah hidup Abu Qilabah yang disampaikan akh Yahya alWindany


SEDIKIT BIOGRAFI TENTANG ABU QILABAH


Beliau dikenal dengan Abu Qilabah sebagai gelar (kunyah). Orang Arab biasa memiliki kunyah yang diawali dengan Abu atau Ibnu bagi laki-laki sedangkan bagi perempuan diawali dengan Ummu. Kadangkala kunyah tersebut lebih dikenal dibandingkan nama aslinya. Sebagai contoh, Abu Hurairah adalah nama kunyah, sedangkan nama aslinya adalah Abdurrohman bin Shokhr. Orang lebih mengenal kunyah-nya dibandingkan nama aslinya.




Nama asli beliau adalah Abdullah bin Zaid. Beliau wafat pada tahun 104 H. Beliau mendapati masa kekhalifahan Umar bin Abdil Aziz.


Al-Bukhari meriwayatkan hadits melalui jalur Abu Qilabah tidak kurang dari 60 riwayat dalam Shahihnya, sedangkan Muslim meriwayatkan tidak kurang dari 46 riwayat dalam Shahihnya.


GURU-GURU BELIAU


Beliau belajar dan meriwayatkan hadits dari banyak Sahabat Nabi, di antaranya Anas bin Malik, Malik bin al-Huwairits, Samuroh bin Jundub, Abdullah bin Abbas, Abu Hurairah, Muawiyah, anNu’man bin Basyir, Tsabit bin ad-Dhohhaak.


MURID-MURID BELIAU


Para Ulama yang menjadi murid beliau di antaranya: Ayyub as-Sakhtiyaani, Yahya bin Abi Katsir, Tsabit al-Bunani.


PUJIAN ULAMA KEPADA BELIAU


Al-Imam adz-Dzahaby dalam Siyaar A’lamin Nubalaa’ menyebut beliau sebagai Imam, Syaikhul Islam.


Abu Nu’aim menyebut beliau sebagai orang yang pandai (al-Labiib), banyak memberi nasihat, pandai berkhutbah, fasih, sangat penyayang, dan suka memberi (Hilyatul Auliyaa’ (2/282)).


Ibnul ‘Imaad menyebut beliau sebagai pemuka dalam ilmu dan mengamalkan ilmunya/ ro’san fil ‘ilmi wal ‘amal (Syadzarootudz Dzahab libnil Imaad (1/120)).


Ayyub as-Sakhtiyaani menyatakan: Saya belum pernah mendapati (menemui) seseorang yang lebih berilmu sebagai qodhi (hakim) dibandingkan beliau. Namun pada saat beliau diminta untuk menjadi qodhi (hakim) beliau melarikan diri hingga ke Yamamah (Thobaqootul Huffadz karya as-Suyuthy (1/5).


Diriwayatkan bahwa Umar bin Abdil Aziz rahimahullah menyatakan kepada Abu Qilabah: “Tentara ini senantiasa dalam kebaikan selama Allah masih menjadikan engkau berada di tengah-tengah mereka” (Thobaqootul Fuqohaa’ karya Ibnu Mandzhur (1/89)).


Umar bin Abdil Aziz pernah menjenguk Abu Qilabah yang sakit dan menyatakan: Bersikap tegaslah wahai Abu Qilabah, jangan jadikan orang-orang Munafik gembira dengan keadaan kita (Siyaar A’laamin Nubalaa’ karya adz-Dzahaby(4/473)).


Seseorang dari Bani Sa’ad di Bashrah (Iraq) yang merupakan salah satu panglima pasukan di bawah pemerintahan Ubaidullah bin Ziyaad terjatuh dari atap hingga kedua kakinya patah.


Abu Qilabah datang menjenguknya, dan mengatakan: Saya berharap hal ini adalah kebaikan untukmu. Orang tersebut berkata: Kebaikan apa lagi yang bisa diharapkan dari patahnya seluruh kakiku?! Abu Qilabah menyatakan: (anugerah) yang Allah sembunyikan lebih banyak dari itu. Tiga hari kemudian datang perintah dari Ubaidullah bin Ziyaad bahwa orang itu harus keluar untuk membunuh al-Husain bin Ali (cucu Rasulullah shollallahu alaihi wasallam). Ia pun berkata kepada sang pengantar surat: Tidakkah engkau melihat keadaanku? Aku tidak bisa keluar memenuhi perintah itu. Tujuh hari kemudian sampailah khabar bahwa al-Husain bin Ali terbunuh. Orang itu menyatakan : Semoga Allah merahmati Abu Qilabah, sungguh ia telah benar bahwa musibah ini (patahnya kaki) lebih baik bagiku (diriwayatkan dalam al-Mujaalasah wa jawaahirul Ilmi karya Abu Bakr Ahmad bin Marwan (2/358)).


Catatan : sungguh benar apa yang disampaikan oleh Abu Qilabah. Anugerah yang masih disembunyikan Allah atas suatu musibah jauh lebih banyak. Musibah patahnya kaki sang panglima itu menyebabkan ia terselamatkan, menjadi orang yang tidak terlibat dalam pembunuhan al-Husain bin Ali (cucu Rasululah shollallahu alaihi wasallam). Jika ia masih dalam keadaan sehat segar bugar, niscaya ia akan sulit menghindar dari tugas yang dibebankan pemimpin dzhalim kepada dia. Satu sisi hati nurani mengingkari tugas itu karena ia tahu keutamaan al-Husain bin Ali dan mencintainya. Sisi lain ini adalah tugas yang jika dihindari, hukuman pedih akan menantinya. Maka, musibah itu ternyata menjadi jalan keluar ia tidak terlibat dalam perbuatan yang tidak disenanginya.


Abu Qilabah adalah seorang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur, serta lisannya banyak berdzikir, sebagaimana diriwayatkan dalam atTsiqoot karya Ibnu Hibban tentang beliau pada nomor perawi 3561. Beliau ditemukan dalam keadaan tidak bertangan dan tidak berkaki, namun senantiasa bersyukur memuji Allah serta sabar bahkan saat diberi tahu bahwa anak satu-satunya meninggal dunia.


ABU QILABAH MEWARISKAN TULISAN-TULISAN ILMU YANG BANYAK


Malik menyatakan: Ibnul Musayyib dan al-Qosim meninggal dunia tidak meninggalkan kitab-kitab (tulisan-tulisan), sedangkan Abu Qilabah meninggal –sampai berita kepadaku – bahwa beliau meninggalkan kitab-kitab yang banyak sepenuh tunggangan seekor bagal (keturunan kuda dengan keledai)(Siyaar A’lamin Nubalaa’ (4/469)).


BEBERAPA NASEHAT DAN UCAPAN BELIAU


“Permisalan Ulama’ adalah bagaikan bintang-bintang yang memberi petunjuk. Jika hilang Ulama’ umat akan bingung. Jika mereka meninggalkan Ulama, niscaya mereka akan sesat (Hilyatul Auliyaa’ (2/283)).


“Jika sampai kepadamu (khabar) tentang saudaramu yang tidak engkau sukai, berusahalah untuk mencari udzur terhadapnya. Jika engkau tidak mendapatkan udzur, ucapkan dalam dirimu: Mungkin saudaraku memiliki udzur yang aku tidak ketahui “ (Hilyatul Auliya’ (2/285)).


“Janganlah engkau menyampaikan hadits kepada orang yang tidak memahaminya. Karena bagi orang yang tidak memahaminya hadits itu akan menimbulkan mudharat baginya, tidak memberikan manfaat baginya” (al-Jaami’ li Akhlaaqir Roowi wa Aadaabis Saami’ karya al-Khothiib al-baghdady no 735).


“Permisalan Ahlul Ahwaa’ (Ahlul Bid’ah) adalah seperti orang-orang Munafiq…(Hilyatul Auiyaa’ (2/287)).


“Tidaklah seseorang melakukan kebid’ahan, kecuali (nantinya) mereka akan menghalalkan pedang (pertumpahan darah)(Hilyatul Auliyaa’ (2/287)).


“Janganlah kalian duduk bersama Ahlul Ahwaa’ (Ahlul Bid’ah), jangan mengajak bicara mereka. Karena aku tidak merasa aman mereka akan menenggelamkan kalian dalam kesesatan mereka, atau mereka akan membuat kalian bingung terhadap apa yang telah kalian yakini (Hilyatul Auliyaa’ (2/287)).


(Disusun oleh Abu Utsman Kharisman)


Sumber : WA al I’tishom Probolinggo








Source http://ift.tt/1gIlrvn

Comments

Popular posts from this blog

Profil Vitalia Sesha Model Di Kasus Suap Daging Impor - Tercanggih

Profile dan biodata Angkasa Band

Talent Pilihan SlideGossip : Andrean Saputra